Friday, September 26, 2014

Pertemuan Konsultasi atlas Revisi UU 39/2004 tenting Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di HOME

14 September 2014, Singapura. Menghadiri seminar Pembahasan masalah Tenaga Kerja Wanita (TKW) memang tidak pernah ada habisnya. Meski sudah banyak ajuan kebijakan untuk para Tenaga Kerja Wanita namun belum maksimal hasilnya.

Kehadiran Fasilitator dan Narasumber  Irsyadul Ibad (Infest) & Sri Aryani (Tifa) mampu membuka kesadaran TKW di Singapura untuk berdiskusi masalah-masalah yang banyak dialami oleh TKI. Acara tersebut dihadiri oleh beberapa anggota organisasi dari Indonesian Family Network (IFN), Pekerja Indonesia Singapura (PIS) dan tuan rumah Humanitarian Organization for Migration Economic (HOME) sendiri.

Beberapa diskusi seputar permasalahan yang banyak dialami oleh calon TKI maupun TKI di Negara tempatan menjadi topic panas dan dibahas sedetail mungkin. Para tamu yang hadir sangat antusias mendengarkan dan mengeluarkan unek-unek yang dialami. Misalnya dalam pelayanan KBRI di Negara tempatan, Imigrasi, Pengurusan keberangkatan calon TKI, Calo, dan yang tak kalah penting adalah mengenai bimbingan hak dan kewajiban TKI.

“Waktu kemarin saya memang sengaja memillih tema 'Tentang gaji dan Kontrak kerja'. Masalah ini sangatlah menarik, karena banyak para pekerja merasa dirugikan atau para pekerja belum tahu sama sekali hak-hak apa yang patut mereka dapati. Masalah yang paling menonjol adalah masalah gaji. Banyak para pekerja yang diiming-imingi bergaji besar tapi setelah tiba di negara bekerja seperti Singapura, gaji tidak cocok dengan gaji yang diiming-imingkan waktu masih di Indonesia. Ini bukan satu atau dua masalah tapi banyak, sehingga para pekerja sepertinya sudah tidak bisa berkutik lagi apalagi jika para agensi di Singapura suda kong kolikong sama agensi di Indonesia. Bagaimana para pekerja mendapatkan haknya? Dan ada yang lebih miris lagi adalah ketika dalam kontrak kerja hanya tertulis bekerja pada majikan satu. Tapi pada buktinya masih ada beberapa bahkan mungkin banyak para pekerja yang nyambi atau sementara dipekerjakan dengan orang lain seperti keluarga saudara majikan atau pun keluarga orang tua majikan. Dan ini juga pengalaman kemarin seorang temanku, dia bekerja bukan saja sesuai dengan jobnya tapi lebih bahkan sungguh keterlaluan. Di mana majikan perempuan tidak bekerja, tapi dia mengambil beberapa anak kecil untuk dijaganya. Tapi sayangnya anak-anak kecil itu bukan dia yang menjaganya akan tetapi pembantunya. Dia menceritakan betapa repotnya menjaga tiga anak titipan dan dua anak majikannnya. Dalam UUD ini sangat melanggar peraturan yang sudah ada. Saya sendiri sudah bicara pada temanku agar lapor pada MOM. Tapi lagi-lagi dengan keluguannya dia tidak mau, dengan alasan dia habis potongan kerja. Kalau hal ini banyak terjadi dan dibiarkan saja tentunya ini suatu hal yang sangat disenangi para majikan, sebaliknya ini sangatlah rugi pada kami para pekerja. Andaikan MOM begitu sekuat tenaga mengincar kami para pekerja yang nyambi atau bekerja sambilan di rumah majikan lain dengan mendenda kami para pekerja sebesar $10.000 dan bukankah MOM juga harus adil dan teliti mengincar para majikan yang salah dan sering melanggar? Itu adalah secuil cerita betapa kami sebagai para pekerja masih dirugikan, dan yang membuat sedih banyak sekali suara kami hanya penghias forum saja, akan tetapi jarang ditanggapi oleh mereka yang berwajib. Ke mana lagi? Di mana lagi? Kami mencari perlindungan atas hak-hak kami? Adakah suara-suara kami hanya sebatas napas yang menguap begitu saja? Ataukah cerita atau jeritan kami para pekerja hanya sebagai pajangan sebuah media sosial? Jangan ada diskriminasi terhadap kami. Karena kami juga masih penyandang merah putih yang sah dan yang rindu sebuah pembuktian bukan sekedar wacana.

Uraian di atas merupakan tanggapan serta keluhan dari Ani Kusuma, Tenaga Kerja Indonesia yang sudah bekerja lebih dari dua tahun di Singapura. Ia memilih topic tentang gaji dan kontrak kerja yang banyak dialami oleh para TKI.

Bukan hanya sekadar keluhan saja namun sebuah doa agar suara mereka yang bungkam bisa terdengar oleh pemerintah baik Singapura (POM) maupun Indonesia (BNP2TKI) yang katanya membela kamu TKI yang lemah ini. []