14 September 2014, Singapura. Menghadiri
seminar Pembahasan masalah Tenaga Kerja Wanita (TKW) memang tidak pernah ada
habisnya. Meski sudah banyak ajuan kebijakan untuk para Tenaga Kerja Wanita
namun belum maksimal hasilnya.
Kehadiran Fasilitator dan Narasumber Irsyadul Ibad (Infest) & Sri Aryani
(Tifa) mampu membuka kesadaran TKW di Singapura untuk berdiskusi
masalah-masalah yang banyak dialami oleh TKI. Acara tersebut dihadiri oleh
beberapa anggota organisasi dari Indonesian Family Network (IFN), Pekerja
Indonesia Singapura (PIS) dan tuan rumah Humanitarian Organization for
Migration Economic (HOME) sendiri.
Beberapa diskusi seputar permasalahan yang
banyak dialami oleh calon TKI maupun TKI di Negara tempatan menjadi topic panas
dan dibahas sedetail mungkin. Para tamu yang hadir sangat antusias mendengarkan
dan mengeluarkan unek-unek yang dialami. Misalnya dalam pelayanan KBRI di Negara
tempatan, Imigrasi, Pengurusan keberangkatan calon TKI, Calo, dan yang tak
kalah penting adalah mengenai bimbingan hak dan kewajiban TKI.
“Waktu kemarin saya memang sengaja memillih
tema 'Tentang gaji dan Kontrak kerja'. Masalah ini sangatlah menarik, karena
banyak para pekerja merasa dirugikan atau para pekerja belum tahu sama sekali
hak-hak apa yang patut mereka dapati. Masalah yang paling menonjol adalah
masalah gaji. Banyak para pekerja yang diiming-imingi bergaji besar tapi
setelah tiba di negara bekerja seperti Singapura, gaji tidak cocok dengan gaji
yang diiming-imingkan waktu masih di Indonesia. Ini bukan satu atau dua masalah
tapi banyak, sehingga para pekerja sepertinya sudah tidak bisa berkutik lagi
apalagi jika para agensi di Singapura suda kong kolikong sama agensi di
Indonesia. Bagaimana para pekerja mendapatkan haknya? Dan ada yang lebih miris
lagi adalah ketika dalam kontrak kerja hanya tertulis bekerja pada majikan
satu. Tapi pada buktinya masih ada beberapa bahkan mungkin banyak para pekerja
yang nyambi atau sementara dipekerjakan dengan orang lain seperti keluarga
saudara majikan atau pun keluarga orang tua majikan. Dan ini juga pengalaman
kemarin seorang temanku, dia bekerja bukan saja sesuai dengan jobnya tapi lebih
bahkan sungguh keterlaluan. Di mana majikan perempuan tidak bekerja, tapi dia
mengambil beberapa anak kecil untuk dijaganya. Tapi sayangnya anak-anak kecil
itu bukan dia yang menjaganya akan tetapi pembantunya. Dia menceritakan betapa
repotnya menjaga tiga anak titipan dan dua anak majikannnya. Dalam UUD ini
sangat melanggar peraturan yang sudah ada. Saya sendiri sudah bicara pada
temanku agar lapor pada MOM. Tapi lagi-lagi dengan keluguannya dia tidak mau,
dengan alasan dia habis potongan kerja. Kalau hal ini banyak terjadi dan
dibiarkan saja tentunya ini suatu hal yang sangat disenangi para majikan,
sebaliknya ini sangatlah rugi pada kami para pekerja. Andaikan MOM begitu
sekuat tenaga mengincar kami para pekerja yang nyambi atau bekerja sambilan di
rumah majikan lain dengan mendenda kami para pekerja sebesar $10.000 dan
bukankah MOM juga harus adil dan teliti mengincar para majikan yang salah dan
sering melanggar? Itu adalah secuil cerita betapa kami sebagai para pekerja
masih dirugikan, dan yang membuat sedih banyak sekali suara kami hanya penghias
forum saja, akan tetapi jarang ditanggapi oleh mereka yang berwajib. Ke mana
lagi? Di mana lagi? Kami mencari perlindungan atas hak-hak kami? Adakah suara-suara
kami hanya sebatas napas yang menguap begitu saja? Ataukah cerita atau jeritan
kami para pekerja hanya sebagai pajangan sebuah media sosial? Jangan ada diskriminasi
terhadap kami. Karena kami juga masih penyandang merah putih yang sah dan yang
rindu sebuah pembuktian bukan sekedar wacana.”
Uraian di atas merupakan tanggapan serta
keluhan dari Ani Kusuma, Tenaga Kerja Indonesia yang sudah bekerja lebih dari
dua tahun di Singapura. Ia memilih topic tentang gaji dan kontrak kerja yang
banyak dialami oleh para TKI.
Bukan hanya sekadar keluhan saja namun
sebuah doa agar suara mereka yang bungkam bisa terdengar oleh pemerintah baik
Singapura (POM) maupun Indonesia (BNP2TKI) yang katanya membela kamu TKI yang
lemah ini. []