Monday, December 8, 2014

ANTARA DREAM DAN REALITY

Tidak semua tenaga kerja Indonesia khususnya wanita medapatkan hak-hak dan kewajiban dalam kontrak kerjanya. Tidak semua TKW juga bernasib sama dalam hal kesempatan dan keberuntungan. Apakah semua itu memang sudah suratan takdir atau hanya satu dari alasan kita(nya) yang tidak mau merubah nasib lebih beruntung lagi.

            Selama ini kita banyak melihat dan mendengar bagaimana tatapan sinis terhadap TKW, itu tidak lepas dari bagaimana orang membuka sudut pandang pikirnya—negatif or positif.

            Pada kesempatan, Sabtu 6 Desember 2014 saya berkesempatan untuk menghadiri dan mengisi acara tahunan Singapore Art Festival yang melibatkan tenaga kerja di Singapura. Pertama kalinya saya melakukan tantangan untuk sebuah tulisan yang bukan bahasa Indonesia. Sungguh tantangan dan kesempatan luar biasa yang tidak bisa saya lewatkan sia-sia.

            Dengan izin dari majikan tentunya semua impian dan kenyataan suara saya didenngar oleh orang non-PRT bisa tersampaikan lewat small pieces. Saya bangga dan terharu akan satu step perubahan yang saya lakukan. Di sini saya bukan untuk melihatkan ‘Iniloh saya’ tidak, saya hanya ingin berinteraksi dengan orang yang bukan PRT sehingga sedikit dari mereka melihat harapan-harapan dan impian kalau ‘kita’ domestic worker juga punya hak yang sama dalam melestarikan kesenian yang mendapatkan tempat yang sama dengan non-dws.

            Pada kesempatan minggu, 7 Desember 2014 saya mengajak dari teman-teman saya untuk bekerjasama, “Ayok kita pasti bisa” sebuah tulisan yang saya bacakan berupa dialog monolog menjadi visual nyata dengan peran masing-masing dan gerakan tari di akhir drama untuk menyatukan kesamaan bahwa kita(dws) bisa bersatu padu jika harmoni dan kesatuan tercipta dengan baik.

            Sempena ulang tahun HOME (Humanitarian Organization for Migration Economics yang ke-10 kami mengajak semua Domestic workers lebih menjalin erat  lagi semangat dan persatuan. Mengerti akan hak dan kewajiban kita sebagai PRT, meningkatkan skill untuk up-grade our self dan memperbaiki kualitas kerja kita sebagai PRT di Singapura. Dengan HOME kita bisa bersatu mewujudkan semua impian dan kenyataan untuk perubahan yang lebih baik lagi. []


Story of Domestic Workers (Let’s go Home)

It’s was raining in the Sunday morning. Siti try to run away from her employer house. She can’t hold anymore pain. Abuse from her employer for few months when she started to work.
“I must get away from this gate. I must run away, even know I do not know where to go. I don’t have money, what should I do, oh … God please help me ….”  She holding her hand with so much pain, she try to run away.
She walked with limb on her right leg. And there was some Indonesian Domestic Worker in the park play together.  Siti, looking at them from a distance. Slowly she approves them and begins to ask.
“Excuse me, are you from Indonesia?” Siti begin to ask.
 “Yes, we are from Indonesia, what happened to you … Oh God .. what happened to your hand, your cheek?” Desi one of the Indonesian girl was shock when she notice that Siti arm was bleeding and got blue mark.
“My Mum abuse me, I can not tahan, so I run away,” Siti reply with sad voice.
“Come I will bring you Home …” said Desi again.
“No, I do not want go home, I need to work for my parent and my little sister study, I want to change employer …” at first, Siti do not know what HOME is..
“Don’t worry, is not like what you thinking, Home is organization for helping worker in Singapore, come … they will help you,” Desi explain to Siti.
So Wati bring Siti to the office HOME in the Lucky Plaza. Many outside women being abuse by employer but some of them keep in silent. But some of them run away and seek kelp for justice, freedom. And HOME; Humanitarian Organization for Migration Economics is one in other for helping Worker’s who need it and we are like family for each other’s, justice, freedom, dignity, empowering, encourage, strong, caring. And Siti is just example of Domestic Workers who find a justice for herself and motivated other Domestic worker’s. 
Thank you so much sister Bridget Tan; the founder of HOME. You are still my hero dan my motivator to believe in HOPE—JUSTICE—FREEDOM—thank you so much for all your kindness and your love to all the workers.

~**~
[Bio: Anung Delizta, is from Indonesia. She’s been Singapore almost 15 years with her employer. During day off she hang-out with friends to learn something new. She believe in writing can be therapy and open the mindset of peoples.]  

 
Anung D'Lizta (The Writer 'Let's Go Home)--Rindu Citra Muztika (The 1 of the actress) 

The Fonder of HOME (Sister Bridget Tan)


The Song from Shelter Girls 


Toss for happiness and United, Hope, Justice and Freedom 

Singapore WEA CAN-Art Festival 

Thursday, November 27, 2014

TEMU SANTAI DENGAN MENTERI LUAR NEGERI IBU RETNO MARSUDI

Dapat berjumpa dengan menteri luar negeri tidak semua Tenaga Kerja Indonesia (PRT) bisa setiap harinya. Bahkan kesempatan bisa bertemu juga tidak semua PRT bisa. Mengingat bukan pada hari libur di hari minggu. Namun pada kesempatan hari Rabu, 26 November 2014 beberapa PRT yang tergabung dari perwakilan organisasi di Singapura diberikan kesempatan untuk berbincang dengan menteri luar negeri Ibu Retno Marsudi yang masih menjabat sebagai duta besar Nether land.
            Pada hari ini Kamis, 27 November beliau berulang tahun dan semoga semakin membaik dalam menjalankan tugas yang dimandatkan pada beliau. Kesempatan berbincang di KBRI Singapura tentunya disambut baik oleh PRT yang bisa datang untuk mewakili organisasi yang dinaunginya.
            Acara temu santai dan berbincang mengenai permasalahan yang banyak dialami oleh tenaga kerja wanita Indonesia di Singapura, baik dari pra penempatan dan pasca penempatan masih menjadi polemic PRT semuanya. Masih banyak nasib teman-teman PRT yang tergantung pada nasib begitu pula dengan majikan. Ada majikan yang baik ada pula PRT yang tidak baik.
            Salah satu perwakilan dari Indonesian Family Network Ibu Ummai Umairoh menyampaikan beberapa point penting terhadap isu yang masih dihadapi oleh PRT seperti kasus KTKLN dan juga pertemuan dengan Tifa pada bulan Desember nanti untuk membicarakan Ratifikasi ILO C189 dan juga penghapusan UU No. 39. Semoga apa yang  Ibu Ummai Umairoh sampaikan dapat tersampaikan kepada presiden RI.
            Begitu juga dari perwakilan Pekerja Indonesia Singapura yang diwakilkan oleh Ibu Mimiez, menyampaikan beberapa keluhan mengenai kasus PRT yang kurang mendapatkan jatah makanan dan kurangnya jam istirahat. Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura, Bapak Andri Hadi menegaskan, jika pihak dari KBRI menelepon majikan sang PRT itu jangan merasa takut, biasanya ini yang menjadi polemic KBRI juga bila mau membantu PRT yang bermasalah namun dari PRT sendiri kurang komitment dalam tindakan pengaduannya.
            Banyak hal yang harus didiskusikan namun berhubung waktu yang sangat sempit dan Bu mentri harus terbang, sebagai kenang-kenangan Pahhlawan Devisa Singapura (Menulis) pemberian buku ‘MENJARING IMPIAN’ diserahkan dengan menyelipkan surat Ratifikasi ILO C189 untuk Ibu Menteri dan disaksikan oleh Duta Besar RI untuk Singapura, Andri Hadi. Sebagai sambutan penutup pembacaan puisi oleh Ibu Titien dari perwakilan grup Srikandi Indonesia.



            Semoga dengan perubahan yang akan digebrakan oleh para pejabat wanita seperti mentri perikanan Ibu Susi dapat memberikan gerakan-gerakan yang positif dan memberikan solusi terbaik. Bila beberapa hari lalu wakil presiden RI Bapak Yusuf Kalla, menyampaikan akan memberhentikan pengiriman TKW ke luar negeri justru dianggap bukanlah jalan satu-satunya solusi terbaik. Karena akan menyalahi undang-undang sebagai seorang warga Negara.  


            [Singapura, 27/11/2014]

Wednesday, November 12, 2014

WRITING WITH PASSION-SINGAPORE WRITER FESTIVAL

Writing with Passion
            I was feeling honoured when I performance in Singapore Writer Festival on the 6 of November 2014. This is my first time I joint workshop with AWARE. During workshop writing poetry in English I was so nervous because my English not really good. I never take any course English before but I manage to cover up my writing with the way I speak to people. And is really amazing.
            My poetry is called ‘I Believe’ and story about ‘Un-told Feeling’. I write it to my mother and father and to all my friends. Working in Singapore is never been so amazing when you have passion with all activities. I can share with others writer. 
            I really happy to become one of the HOME Volunteer is not only I have change my English speaking but also to understand the Domestic Worker problem. That why when I know about coming Singapore Writing Festival I wont let it go pass bye in front of my laptop. With fellow domestic workers we attend the workshop and share our poetry. A lot of tears and deep sympathy for what happen in the past but we still manage to purse our dream in the foreigner land.
            Actually I do not know anymore what is my dream? Since 2009 I feel the earth is un-fair to me. A lot pain for several years that I keep in silent. But I can kill all my sadness with writing. So I believe, “Writing can be therapy, can be medicine and can bring happiness.” Yes, is true. I continued to write until I joint a lot of writing competitions and won for the price.
            Even those same people don’t like me I just don’t care. My heart are improving a lot with  writing, because I write with a lot of passion and love. To share our dream, to share our motivated story and to bring smile to everyone who deserved it.
            So I more feel great full for next performance, is on the Saturday, 6 December 2014 at Singapore Art Festival, 7 pm. And I won’t be so far to purse my dream in writing without my employer permission. My Mum and My Sir, there are like my parent to me, since I was 15 years old, their take good care of me. Maybe I am not good domestic worker but I sincere I would like to thank you to my employer to support all my activities.
           
Singapore, 12/11/2014
Brother Jolovan Whom, Lilis, Anung D'Lizta, Zubee Ali, Racheal 

Reading My Poem 'I Believe' 

Anung D'Lizta, Ann, Raksha, Rachel 
During Panelist 

Kelvin, Rachel, Anung D'Lizta 




Monday, October 20, 2014

TERBODOHKAN OLEH PERASAAN



TERBODOHKAN OLEH PERASAAN

Makin banyaknya pengguna facebook khususnya kita mudah untuk melihat aktifitas para pengguna. Baik yang dikenal secara langsung atau sekadar di dunia maya. Banyak kegiatan dari pengguna yang bisa meresahkan sehingga mincul konflik sesama pengguna.

Beberapa tahun lalu saat saya menerima tawaran menyanyi di orang hajatan menikah di Singapura dan panggilan dari PH untuk audisi syuting FTV di Jakarta belum ramai pengguna facebook yang terbodohkan oleh perasaan yang mungkin tidak suka atau justri iri. Namun tidak saya ekspresikan di sosmed karena pada tahun itu belum ramai yang memiliki sikap saling sikut ketenaran dan kebenaran.

Pekerjaan apa pun yang ditulis di keterangan facebook misalnya; Director, Modelling, Owner, dll bukan suatu dosa sehingga orang lain memasalahkan apa yang ditulis oleh si pengguna. Pasti si pengguna facebook sudah paham akan posisinya berada. Misalnya dulu saya menyebutkan direktis apakah itu suatu tindak kejahatan yang menipu orang? Tentu saja bagi orang-orang yang tidak suka lain pula tanggapannya.

Jangankan merasa senang melihat aktifitas orang atau teman-teman di sekitar lingkungan kita tinggal mengucapkankan kalimat ‘selamat’ saja seperti terpaksa. Pernah suatu hari saya menuliskan kalimat yang tidak setuju dengan adanya sikap orang bisa ditentukan lewat kalimat yang ditulisnya. Jelas saya menolak hal demikian karena tidak masuk logika 100% bagaimana kita tahu sifat seseorang di balik maya, sedangkan skenario nyata kita tidak mengetahuinya.

Jadi prosesnya pada hati masing-masing. Memiliki jiwa baik, mau tampil baik, atau memang sudah baik dari sananya kita tidak akan pernah tahu. Jika kita bisa memanfaatkan sosmed dengan baik pasti banyak manfaatnya.


[] 

Thursday, October 9, 2014

UNCLE BANGLA-OLEH: ZAHIRA HASSAN

Uncle Bangla
Oleh: Zahira Hassan (Flash True Story)

Tiba-tiba HP-ku bergetar di dalam saku celanaku.
“Hi, Zahira, I put some food four your dinner tonight in the rubbish bin.”
Ternyata SMS dari Uncle Supra teman baikku.

Hemm …, sekelibat aku teringat akan kenangan dulu. Uncle Supra yang bau badannya menyengat dan kulitnya hitam legam. Namun dengan kebaikan hatinya—aku merasa bersyukur, Tuhan telah mengirim dia untuk menjadi teman baikku.

Dulu, aku merupakan salah satu TKW yang kurang beruntung. Bahkan untuk menyambung hidup aku terpaksa hampir setiap hari mengais sisa-sisa makanan bekas majikan untuk mengganjal perutku.

Hingga pada suatu hari tidak ada orang yang bisa kumintai pertolongan. Di depan rumah majikan kulihat ada seorang lelaki berwarga Bangla yang bekerja di dekat rumah majikan. Karena sangat lapar aku meminta sedikit makanan darinya. Sejak itulah Uncle Supra mengerti kondisiku bekerja yang kurang beruntung dari segi makanan.

Dan sejak pertemananku dengan Uncle Supra—setiap harinya dia sering menaruh makanan yang dibungkus plastik dan meletakkannya di dekat tempat sampah. Aku juga sering meminta tolong padanya untuk membelikanku roti dengan cara yang sama—menaruh uangnya di dekat tempat sampah.

Mungkin ada yang tidak percaya dengan pengalaman kerjaku dahulu. Tapi itulah kenyataan yang kualami. Uncle Supra berbeda dengan lelaki Bangla lainnya yang kadang memberi harus memberi imbalan balik pula—dan kadang imbalan seksual.

Sejak aku pindah majikan, aku tidak pernah lagi bertemu dengan Uncle Supra. Di manapun saat ini berada semoga Tuhan selalu melindungi Uncle Supra. Semoga suatu hari nanti aku bisa bertemu lagi dengan Uncle Supra dan melihat kondisi kerjaku yang tidak terkungkung seperti dahulu.

Serangoon, Oktober 2012

[]
 

Friday, September 26, 2014

Pertemuan Konsultasi atlas Revisi UU 39/2004 tenting Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di HOME

14 September 2014, Singapura. Menghadiri seminar Pembahasan masalah Tenaga Kerja Wanita (TKW) memang tidak pernah ada habisnya. Meski sudah banyak ajuan kebijakan untuk para Tenaga Kerja Wanita namun belum maksimal hasilnya.

Kehadiran Fasilitator dan Narasumber  Irsyadul Ibad (Infest) & Sri Aryani (Tifa) mampu membuka kesadaran TKW di Singapura untuk berdiskusi masalah-masalah yang banyak dialami oleh TKI. Acara tersebut dihadiri oleh beberapa anggota organisasi dari Indonesian Family Network (IFN), Pekerja Indonesia Singapura (PIS) dan tuan rumah Humanitarian Organization for Migration Economic (HOME) sendiri.

Beberapa diskusi seputar permasalahan yang banyak dialami oleh calon TKI maupun TKI di Negara tempatan menjadi topic panas dan dibahas sedetail mungkin. Para tamu yang hadir sangat antusias mendengarkan dan mengeluarkan unek-unek yang dialami. Misalnya dalam pelayanan KBRI di Negara tempatan, Imigrasi, Pengurusan keberangkatan calon TKI, Calo, dan yang tak kalah penting adalah mengenai bimbingan hak dan kewajiban TKI.

“Waktu kemarin saya memang sengaja memillih tema 'Tentang gaji dan Kontrak kerja'. Masalah ini sangatlah menarik, karena banyak para pekerja merasa dirugikan atau para pekerja belum tahu sama sekali hak-hak apa yang patut mereka dapati. Masalah yang paling menonjol adalah masalah gaji. Banyak para pekerja yang diiming-imingi bergaji besar tapi setelah tiba di negara bekerja seperti Singapura, gaji tidak cocok dengan gaji yang diiming-imingkan waktu masih di Indonesia. Ini bukan satu atau dua masalah tapi banyak, sehingga para pekerja sepertinya sudah tidak bisa berkutik lagi apalagi jika para agensi di Singapura suda kong kolikong sama agensi di Indonesia. Bagaimana para pekerja mendapatkan haknya? Dan ada yang lebih miris lagi adalah ketika dalam kontrak kerja hanya tertulis bekerja pada majikan satu. Tapi pada buktinya masih ada beberapa bahkan mungkin banyak para pekerja yang nyambi atau sementara dipekerjakan dengan orang lain seperti keluarga saudara majikan atau pun keluarga orang tua majikan. Dan ini juga pengalaman kemarin seorang temanku, dia bekerja bukan saja sesuai dengan jobnya tapi lebih bahkan sungguh keterlaluan. Di mana majikan perempuan tidak bekerja, tapi dia mengambil beberapa anak kecil untuk dijaganya. Tapi sayangnya anak-anak kecil itu bukan dia yang menjaganya akan tetapi pembantunya. Dia menceritakan betapa repotnya menjaga tiga anak titipan dan dua anak majikannnya. Dalam UUD ini sangat melanggar peraturan yang sudah ada. Saya sendiri sudah bicara pada temanku agar lapor pada MOM. Tapi lagi-lagi dengan keluguannya dia tidak mau, dengan alasan dia habis potongan kerja. Kalau hal ini banyak terjadi dan dibiarkan saja tentunya ini suatu hal yang sangat disenangi para majikan, sebaliknya ini sangatlah rugi pada kami para pekerja. Andaikan MOM begitu sekuat tenaga mengincar kami para pekerja yang nyambi atau bekerja sambilan di rumah majikan lain dengan mendenda kami para pekerja sebesar $10.000 dan bukankah MOM juga harus adil dan teliti mengincar para majikan yang salah dan sering melanggar? Itu adalah secuil cerita betapa kami sebagai para pekerja masih dirugikan, dan yang membuat sedih banyak sekali suara kami hanya penghias forum saja, akan tetapi jarang ditanggapi oleh mereka yang berwajib. Ke mana lagi? Di mana lagi? Kami mencari perlindungan atas hak-hak kami? Adakah suara-suara kami hanya sebatas napas yang menguap begitu saja? Ataukah cerita atau jeritan kami para pekerja hanya sebagai pajangan sebuah media sosial? Jangan ada diskriminasi terhadap kami. Karena kami juga masih penyandang merah putih yang sah dan yang rindu sebuah pembuktian bukan sekedar wacana.

Uraian di atas merupakan tanggapan serta keluhan dari Ani Kusuma, Tenaga Kerja Indonesia yang sudah bekerja lebih dari dua tahun di Singapura. Ia memilih topic tentang gaji dan kontrak kerja yang banyak dialami oleh para TKI.

Bukan hanya sekadar keluhan saja namun sebuah doa agar suara mereka yang bungkam bisa terdengar oleh pemerintah baik Singapura (POM) maupun Indonesia (BNP2TKI) yang katanya membela kamu TKI yang lemah ini. []