Tuesday, January 26, 2016

KATANYA FOTOGRAFER AMATIRAN

Kemarin saya membaca sebuah peringatan kepada fotografer amatiran. Dimana bisa melumpuhkan fotografer profesional. Tapi, eitt, tunggu dulu. Jangan menyalahkan fotografer amatiran seratus persen. Kenapa saya bilang jangan menyalahkan fotografer amatiran. Yup, pasti saya punya penjelasan yang semoga bisa dipahami oleh semua kalangan lapisan fotografer.

Saya sering ditanyai harga fotografer oleh beberapa kenalan di facebook. Sebagai teman saya pun mencarikan fotografer dan menanyakan harganya. WOW, fantastik, harganya di atas rata-rata $250+ coba bayangin, untuk saya itu pasti mahal. Yah, mungkin karena sudah menamakan dirinya fotografer profesional.

Lalu atas dasar pertimbangan belah pihak yang sepakat, maka tanggung jawab selesai, bila teman sama dan fotografer yang saya rekomendasikan deal harga dan pemotretan, saya sudah lepas tangan. Saya pun tidak meminta komisi karena memberikan pelanggan. Basicnya kembali kepada unsur pertemanan. Saling simbiosis mutualisme. Hehehehe.

Baru-baru ini saya pun ditanyai lagi soal fotografer yang harganya badget sekian $ dan 3 kali foto dengan pose ABC. Karena teman saya sudah mencari ke semua orang yang menamakan dirinya fotografer, lagi-lagi harganya WOW. Karena teman saya punya badget sekian dan bukan untuk acara pribadi, maka saya tawarkan teman saya. Sepakat harga maka tanggung jawab sepenuhnya telah usai. Soal hasil bagus atau jelek, bukan tanggung jawab saya, dong.

Beberapa foto saya kirimkan untuk banding hasilnya dengan fotografer profesional. Kalau pelanggan mau dan setuju, sebagai teman kembali saya merokomendasikan. Deal kesepakatan harga dan persiapan selanjutnya.

Coba kita bayangkan, jika sesama TKW lalu dipatok harga di atas $250+ sebagai sesama TKW nurani saya sedih, nggak kebayang gaji separuh untuk foto-fotoan. Ini ke kontek pribadi yah, bukan untuk dijual nantinya. Kalau dijual pasti lain lagi. Karena sebagai pemegang work permit, sangat ilegal, jadi intinya kerjasama dengan baik bila ingin mendapatkan penghasilan dari gaji pokok kerja. Agar terhindar dari hal-hal diluar dugaan.




Bahkan sempat ada kata nekad. Lalu saya tersenyum geli. Kok yah, bisa menuduh fotografer amatiran ini nekad. Nggak juga kali brosis :) walau fotografer amatiran, kami juga punya badget, kapasitas yang terbuka, bahkan kami tidak menggelar nama fotografer profesional. Malah kami sering diminta untuk memotret momen-momen bahagia. Seperti pernikahan, ulang tahun, model-modelan dan gathering.

Contohnya saya saja nih, jangan jauh-jauh. Motret orang nikahan. Gila, saya saja stress nggak bisa tidur. Saya bukan fotografer tapi diminta memotret orang nikahan. Saya tegaskan, saya nggak nekad. Karena saya udah bantu cari fotografer, yah ... pasti tahu kan, nggak semua TKW seberuntung saya diizinkan off selain hari minggu saja. Dengan rasa kasih sebagai teman, akhirnya saya menyanggupi, walau tanpa perjanjian dibayar sekian. Sebagai teman pasti belakangnya pengertian juga, ngedit foto dan nyuci foto, semua butuh proses tenaga dan biaya.

Mengedit foto atau pengaturan cahaya juga bisa belajar. Bukan berarti harus kursus sekolah fotografer. Kan, nggak. Sama halnya dalam menulis, skill akan berkembang jika setiap hari diolah dan dipraktikan, pasti hasilnya akan bagus jika terus-terusan diasah. Belajar itu universal, luas. Bahkan, saya pun pernah tahu, seorang yang tidak bisa melihat, ia mampu memotret dengan bagus sekali bahkan juga disebut fotografer profesional. Tapi saya lupa namanya, kalau tidak salah, iklan sabun mandi. Menurut dia, memotret itu juga harus punya perasaan bukan sekadar jeprat-jeprettt, bukan karena peralatan foto yang super.

Nah, jadi yang merasa fotografer amatiran melumpuhkan pasaran fotografer profesional, coba dicek kembali dengan kebutuhan pelanggan. Agar tidak ada hiden cost.

Salam damai, kalau ada perkataan yang salah, mohon maaf lahir batin. 

No comments:

Post a Comment

Terima kasih.